RESIDENSIAL SUMATERA UTARA (SUKU MANDAILING)


SUKU MANDAILING

Residensial adalah rumah tinggal yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana didalamnya yang mewadahi lingkungan tersebut.


Suku Mandailing adalah suku bangsa yang mendiami Kabupaten Mandailing Natal, Kabupaten Padang Lawas, Kabupaten Padang Lawas Utara, Kabupaten Tapanuli Selatan, DLL.
Rumah Adat Batak Mandailing disebut Bagas Godang sebagai kediaman para raja, terletak disebuah kompleks yang sangat luas dan selalu didampingi dengan Sopo Godang sebagai balai sidang adat. Bangunannya mempergunakan tiang-tiang besar yang berjumlah ganjil sebagaimana juga jumlah anak tangganya

Bangunan arsitektur tradisional Rumah Adat Batak Mandailing Sumatera Utara adalah bukti budaya fisik yang memiliki peradaban yang tinggi. Sisa-sisa peninggalan arsitektur tradisional Batak Mandailing masih dapat kita lihat sampai sekarang ini dan merupakan salah satu dari beberapa peninggalan hasil karya arsitektur tradisional bangsa Indonesia yang patut mendapat perhatian dan dipertahankan oleh Pemerintah dan masyarakat baik secara langsung ataupun tidak langsung.
A.     Bagas Godang
Bagas Godang merupakan rumah berarsitektur Mandailing dengan konstruksi yang khas. Berbentuk empat persegi panjang yang disangga kayu-kayu besar berjumlah ganjil. Ruang terdiri dari ruang depan, ruang tengah, ruang tidur, dan dapur. Terbuat dari kayu, berkolong dengan tujuh atau sembilan anak tangga, berpintu lebar dan berbunyi keras jika dibuka. Kontruksi atap berbentuk tarup silengkung dolok, seperti atap pedati. Bangunan ini mempunyai denah persegi panjang dengan tiang berjumlah 45 buah. Bangunan ini 95 % berbahan baku kayu lokal. Rumah ini berdenah persegi empat dengan ukuran 19,80 x 14, 60 m. Tinggi dari tanah ke lantai adalah 1,70 m, dan tinggi keseluruhan adalah 8, 50 meter. Pada bagian depan rumah terdapat teras dengan lebar 3,45 meter dan panjang 16,80 meter. Lebar tangga adalah 1,80 m, lebar pintu masuk 1,46 meter. Jumlah ruangan dalam rumah ini adalah 8 buah. Ruangan paling luas adalah ruang tengah yang berfungsi sebagai ruang keluarga dan ruang pertemuan. Ruangan lainnya adalah ruangan untuk kamar, dan dapur. Terdapat tangga menuju ke lantai atas, namun telah rusak sehingga tidak dapat dinaiki lagi. Kayu kayu yang dipakai merupakan kayu yang berkualitas tinggi sehingga selama ratusan tahun masih bertahan. Satu komplek dengan Bagas Godang terdapat Sopo Godang, Sopo Gondang, Sopo Jago, dan Sopo Eme. Keseluruhan menghadap ke Alaman Bolak.

B.   Sopo Godang

Sopo Godang adalah tempat memusyawarahkan peraturan adat. Selain itu, tempat ini juga dijadikan untuk pertunjukan kesenian, tempat belajar adat dan kerajinan, bahkan juga tempat musyafir bermalam. Berbagai patik, uhum, ugari dan hapantunan lahir dari tempat ini. Juga disiapkan untuk menerima tamu-tamu terhormat. Dirancang berkolong dan tidak berdinding agar penduduk dapat mengikuti berbagai kegiatan di dalamnya. Karenanya Sopo Godang juga disebut Sopo Sio Rangcang Magodang, inganan ni partahian paradatan, parosu-rosuan ni hula dohot dongan. Artinya, Balai Sidang Agung, tempat bermusyawarah melakukan sidang adat, menjalin keakraban para tokoh terhormat dan para kerabat.

C.    Alaman Bolak 
Alaman Bolak adalah sebuah bidang halaman yang sangat luas dan datar. Selain berfungsi sebagai tempat prosesi adat, juga menjadi tempat berkumpul masyarakat. Sering juga disebut alaman bolak silangse utang. Maksudnya, siapapun yang lari kehalaman ini mencari keselamatan, ia akan dilindungi raja.
D.   Sopo Jago
Sopo Jago adalah tempat naposo bulung duduk-duduk sambil menjaga keamanan desa.
E.    Sopo Gondang
adalah tempat menyimpan Gorgang Sambilan atau alat-alat seni kerajaan lain. Alat-alat itu biasanya dianggap sakral.
F.    Sopo eme atau hopuk
adalah tempat menyimpan padi setelah dipanen, lambang kemakmuran bagi huta.

Seluruh komplek bangunan bagas godang pada masa lalu tidak berpagar. Sekalipun raja yang menempatinya, tetapi seluruh bangunan ini dianggap sebagai milik masyarakat dan dimuliakan warga huta.
Mandailing mengenal nilai-nilai luhur yang disebut dengan holong dohot domu. Holong berarti saling menyayangi sesama dan berbuat baik kepada orang lain. Domu berarti persatuan dari penduduk yang dianggap satu huta dan satu keturunan. Domu dianggap sudah dibawa sejak lahir (na ni oban topak), juga disebut dengan surat tumbaga holing naso ra sasa, sesuatu yang sudah terpatri dalam hati dan tidak dapat dihapus. Nilai-nilai itu dianggap falsafah hidup Mandailing.


Referensi   :

  • http://anthonynh.blogspot.co.id/
  • http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbaceh/2015/02/26/bagas-godang-singengu-di-mandailing-natal/
  • http://batak-network.blogspot.co.id/
  • www.anugrahgina.com/index.php/en/segmen-layanan/residensial




Komentar

Postingan Populer