Konservasi Arsitektur



A.    Konservasi

Konservasi adalah upaya pelestarian lingkungan, tetapi tetap memperhatikan manfaat yang dapat di peroleh pada saat itu dengan tetap mempertahankan keberadaan setiap komponen lingkungan untuk pemanfaatan masa depan. Menurut Sidharta dan Budihardjo (1989), konservasi merupakan suatu upaya untuk melestarikan bangunan atau lingkungan, mengatur penggunaan serta arah perkembangannya sesuai dengan kebutuhan saat ini dan masa mendatang sedemikian rupa sehingga makna kulturalnya akan dapat tetap terpelihara.

Menurut Danisworo (1991), konservasi merupakan upaya memelihara suatu tempat berupa lahan, kawasan, gedung maupun kelompok gedung termasuk lingkungannya. Di samping itu, tempat yang dikonservasi akan menampilkan makna dari sisi sejarah, budaya, tradisi, keindahan, sosial, ekonomi, fungsional, iklim maupun fisik (Danisworo, 1992). Dari aspek proses disain perkotaan (Shirvani, 1985), konservasi harus memproteksi keberadaan lingkungan dan ruang kota yang merupakan tempat bangunan atau kawasan bersejarah dan juga aktivitasnya.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2012), konservasi memiliki makna harfiah sebagai usaha pemeliharaan dan perlindungan sesuatu secara teratur untuk mencegah kerusakan dan kemusnahan dengan jalan mengawetkan, pengawetan atau pelestariaan.

         Sedangkan dalam ilmu lingkungan, konservasi adalah :
·       Upaya efisiensi dari penggunaan energy, prosukdi, transmisi atau distribusi yang berakibat pada pengurangan konsumsi energy dilain pihak menyediakan jasa yang sama tingkatnya.
·       Upaya perlindungan dan pengelolaan yang hati-hati terhadap lingkungan dan sumber daya alam,
·       Pengelolaan terhadap kuantitas tertentu yang stabil sepanjang reaksi kimia atau transformasi fisik
·       Upaya suaka dan perlindungan jangka panjang terhadap lingkungan
·       Suatu keyakinan bahwa habitat alami dari suatu wilayah dapat dikelola, sementara keanekaragaman genetik dari spesies dapat berlangsung dengan mempertahankan lingkungan alaminya.

B.    Jenis – Jenis Usaha Pelestarian

Dalam pelaksanaan konservasi terhadap kawasan/ bangunan cagar budaya, maka ada tindakan-tindakan khusus yang harus dilakukan dalam setiap penanganannya, antara lain: Konservasi yaitu semua kegiatan pemeliharaan suatu tempat sedemikian rupa sehingga mempertahankan nilai kulturalnya; Preservasi yaitu mempertahankan bahan dan tempat dalam kondisi eksisting dan memperlambat pelapukan; Restorasi/Rehabilitasi adalah upaya mengembalikan kondisi fisik bangunan seperti sediakala dengan membuang elemen-elemen tambahan serta memasang kembali elemen-elemen orisinil yang telah hilang tanpa menambah bagian baru; Rekonstruksi yaitu mengembalikan sebuah tempat pada keadaan semula sebagaimana yang diketahui dengan menggunakan bahan lama maupun bahan baru dan dibedakan dari restorasi; Adaptasi/ Revitalisasi adalah segala upaya untuk mengubah tempat agar dapat digunakan untuk fungsi yang sesuai; Demolisi adalah penghancuran atau perombakan suatu bangunan yang sudah rusak atau membahayakan. (Burra Charter, 1999)

Tabel Jenis-jenis Kegiatan Pelestarian dan Tingkat Perubahannya.
KEGIATAN
TINGKAT PERUBAHAN
TIDAK ADA
SEDIKIT
BANYAK
TOTAL
Konservasi
ü   
ü   
ü   
ü   
Preservasi
ü   
-
-
-
Restorasi/Rehabilitasi
-
ü   
ü   
-
Rekonstruksi
-
-
ü   
ü   
Adaptasi/Revitalisasi
-
ü   
-
-
Demolisi
-
-
-
ü   
(Sumber : Sidharta dan Budiharjo, 1989)

C.    Tujuan Konservasi
Menurut David Poinsett, Preservation News (July, 1973. p5-7), keberadaan preservasi objek-objek bersejarah biasanya mempunyai tujuan;
·       Pendidikan
Peninggalan objek-objek bersejarah berupa benda-benda tiga dimensi akan memberikan gambaran yang jelas kepada manusia sekarang tidak hanya secara fisik bahkan suasana dan semangat masa lalu.
·       Rekreasi
Suatu kesenangan tersendiri dalam mengunjungi objek bersejarah karena kita akan mendapat gambaran berbagai orang-orang terdahulu membentuk lingkungan binaan yang unik dan berbeda dengan kita yang sekarang.
·       Inspirasi
Patriotism adalah semangat yang bangkit dan tetap akan berkobar jika kita tetap mempertahankan hubungan kita dengan masa lalu.
·       Ekonomi
Pada masa kini objek-objek bersejarah telah bernilai ekonomi dimana usaha-usaha untuk mempertahaankan bangunan lama dengan mengganti fungsinya telah menjadi komoditas pariwisata dan perdagangan yang mendatangkan keuntungan.

D.    Lingkup Konservasi
Dalam suatu lingkungan kota, objek dan lingkup konservasi dapat dibagi menjadi beberapa kategori, yaitu : (Sidharta & Budiharjo, 1989)
·       Satuan Areal, yang merupakan wilayah dalam kota yang dapat berwujud kawasan  (bahkan keseluruhan kota itu sendiri), sebagai suatu system kehidupan, dianggap mempunyai ciri-ciri atau nilai khas kota
·       Satuan Visual/Landscape, sebagai satuan yang mempunyai arti dan peran yang penting bagi suatu kota
·       Satuan Fisik, yang merupakan satuan yang berwujud bangunan, kelompok atau deretan bangunan, rangkaian bangunan yang membentuk ruang umum atau dinding jalan sampai kepada unsur bangunan baik unsur fungsional, struktur atau entesis ornamental.

E.    Kriteria  dan Pendekatan Konservasi
Dalam pelaksanaan atau penjabaran suatu konsep konservasi perlu ditentukan sejumlah tolak ukur (kriteria) dan motivasi. Tetapi terlebih dahulu harus ada dasar yang kokoh untuk mengetahui bagian mana yang dari kota dan bangunan apa yang perlu untuk dilestarikan.
1.     Nilai Estetika
Bangunan atau bagian dari kota yang dilestarikan karena mewakili keindahan dari suatu langgam sejarah tertentu. Tolak ukur dari estetika dikaitkan dengan nilai keindahan dan kerumitan bentuk arsitekturnnya terkait dengan bentuk, struktur, tata ruang, dan ornamnenya. Kriteria estetika bersifat subjektif atau berbeda-beda sehingga cukup sulit untuk menentukan bahwa suatu banguna lebih penting dari yang lain.
2.     Nilai Kejamakan Arsitektur (Value For Architectural Diversity)
Bangunan atau bagia dari kota yang dilestarikan karena mewakili satu kelas atau kelompok jenis khusus gaya arsitektur bangunan yang semakin memperkaya kejamakan arsitektur kawasan/lingkungan.
3.     Nilai Kejamakan Lingkungan (Value For Environmental Diversity)
Kemajemukan arsitektur memberikan kontribusi bagi bertambahnya kemajemukan/keragaman wajah lingkungan.
4.     Kejamakan Fungsional (Value For Functional Diversity)
Kemajemukan ditentukan oleh variasi dalam latar belakang sejarah dan usia bangunan yang memungkinkan adanya berbagai fungsi campuran (mixed use).
5.     Kelangkaan bangunan atau bagia dari kota yang dilestarikan karena hanya berjenis satu atau merupakan contoh terakhir yang masih ada sehingga termasuk karya yang unik dan sangat langka bahkan satu-satunya didunia dan tidak dimiliki oleh pihak lain.
6.     Peranan Sejarah (Value For Continuity Of Cultural Memory/ Heritage Values)
Bangunan atau lingkungan perkotaan atau bagia dari kota dilestarikan karena menjadi lokasi bagi berlangsungnya peristiwa bersejarah.
7.     Memperkuat cCitra Kawasan Disekitarnya
Bangunan atau bagia dari kota dilestarikan karena keberadaannya dapat memberikan makna lebih untuk meningkatkan kualitas dan citra lingkungan sekitar.
8.     Nilai Ekonomi dan Komersial
Bangunan atau kawasan dilestarikan karena memiliki nilai investasi didalamnya sehingga mempengaruhi kawasan sekitarnya.
9.     Keistimewaan
Bangunan-bangunan yang di lindungi karena memiliki keistimewaan misalnya sebagai yang tertinggi, tertua, terpanjang, terbesar atau yang pertama dibangun.

Sebagai bagian dari proses kebijakan pembangunan kota, konservasi harus dipersiapkan atau direncanakan secara matang sebelum akhirnya menetukan salah satu kebijakan konservasi. Setiap kebijakan konservasi yang dihasilkan maupun metode yang digunakan, sangat tergantung pada kasus yang dihadapi. Pada dasarnya, setiap perencanaan konservasi dapat menerapkan satu atau bahkan gabungan dari beberapa tipe pendekatan yang terdiri dari:
1.     Pendekatan Planologi/Perencanaan
Perencanaan konservasi cagar budaya suatu kawasan yang didahului oleh kegiatan penelitian secara mendalam terhadap objek (fisik dan non-fisik) dan melibatkan partisipasi lokal dalam setiap tahapan perencanaan.
2.     Pendekatan Penelitian dan Arahan Desain
Melalui riset dihasilkan rekomendasi desain yang paling tepat untuk menjembatani antara nilai-nilai budaya masa lampau dengan konteks kebutuhan kota masa kini.
3.     Pendekatan Kebijakan Kota
Pemerintah dapat memberikan kebijakan berupa pemberian penghargaan kepada setiap usaha pelestarian yang dilakukan oleh setiap elemen masyarakat berupa keringanan pajak, pemberiaan dana pemeliharaan atau berupa dukungan usaha bagi pemilik.
4.     Pendekatan Komunitas
Seluruh proses perencanaan konservasi berusaha untuk melibatkan masyarakat setempat (people participatory), mulai dari tahap perencanaan sampai pada tahap pemeliharaan

F.     Konservasi Arsitektur
(Sammezzano Castle, Italia)

Melalui teori-teori yang dikemukakannya, Schultz (1980) menekankan peran arsitektur sebagai media untuk memvisualisasikan jiwa tempat. Tujuan arsitektur, menurutnya adalah menciptakan tempat penuh makna yang memungkinkan manusia untuk dapat mengidentifikasi orientasi dirinya terhadapat lingkungan sekitar. Oleh karena itu, setiap kota perlu memelihara identitas/cirinya sehingga dapat dibedakan dengan tempat lainnya (Schultz, 1980: 5). Meskipun demikian, menurut Garnham (1984), suatu kota dapat dikatakan ideal apabila perencanaanya memperlihatkan sebuah integrasi yang sinergi antara kebutuhan modern dengan tradisi, antara kebutuhan untuk mengakomodasikan perubahan denga kelangsungan dari karakteristik setempat.

Menurut Budiharjo ( Architentural Conservation in Bali, 1994: 8-9), terdapat tujuh faktor yang mendorong perlunya konservasi arsitektur, yaitu:
1.     Sikap untuk mempertahankan secara ulet seluruh kawasan tua sebagai tempat yang dapat memperkaya pengalaman visual, mengakomodasi hasrat akan keberlanjutan, menyediakan sebuah hubungan bermakna dengan masa lalu, dan memberikan kepada masyarakat pilihan untuk hidup dan bekerja didalam lingkungannya khususnnya dalam ehidupan kontemporer saat ini.
2.     Dalam kehidupan yang sarat dengan perubahan dan pertumbuhan yang semakin cepat, kawansan-kawansan yang lebih tua dianggap memiliki atmosfer yang menyegarkan, kekal dan abadi sebagai sesuatu yang melegakan dan menarik
3.     Mempertahankan bagian-bagian kota atau desa akan mendukung pelestarian jiwa tempat dan identitas kota/kawasan sekaligus menawarkan konsep-konsep kekontrasan dengan pembangunan masa kini.
4.     Kawasan tua dan perkotaan merupakan asset komersial terbesar dalam kaitannya dengan industry pariwisata.
5.     Merupakan tanggung jawab semua orang untuk menghargai dan merawat warisan budaya yang tidak ternilai harganya untuk tetap bertahan sehingga generasi baru dimasa yang akan datang dapat belajar darinya dan menikmatinya.
6.     Warga membutuhkan perasaan aman secara psikologis untuk dapat menyentuh, meilhat dan merasakan bukti fisik dari lingkungan sekitar dalam atmosfer tradisional.
7.     Warisan arsitektural dapat menyediakan sebuah data rekam historis dari masa lampau yang menyiratkan nilai keabadian dan kesinambungan sebagai lawan dari kehidupan manusia yang serba terbatas.

Golongan dalam Konservasi Arsitektur
Berdasarkan Peraturan Daerah No 9 Tahun 1999 Tentang Pelestarian dan Pemanfaatan Lingkungan dan Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya dari segi arsitektur maupun sejarah dibagi kedalam 3 golongan, yaitu:
1.     Pemugaran Bangunan Cagar Buadaya Golongan A
·       Bangunan dilarang dibongkar dan atau diubah.
·       Apabila kondisi fisik bangunan buruk, roboh, terbakar atau tidak layak tegak dapat dilakukan pembongkaran untuk dibangun kembali sama seperti semula sesuai dengan aslinya.
·       Pemeliharaan dan perawatan bangunan harus menggunakan bahan yang sama / sejenis atau memiliki karakter yang sama, dengan mempertahankan detail ornamen bangunan yang telah ada.
·       Dalam upaya revitalisasi dimungkinkan adanya penyesuaian / perubahan fungsi sesuai rencana kota yang berlaku tanpa mengubah bentuk bangunan aslinya.
·       Di dalam persil atau lahan bangunan cagar budaya dimungkinkan adanya bangunan tambahan yang menjadi satu kesatuan yang utuh dengan bangunan utama.
2.     Pemugaran Bangunan Cagar Budaya Golongan B
·       Bangunan dilarang dibongkar secara sengaja, dan apabila kondisi fisik bangunan buruk, roboh, terbakar atau tidak layak tegak dapat dilakukan pembongkaran untuk dibangun kembali sama seperti semula sesuai dengan aslinya
·       Pemeliharan dan perawatan bangunan harus dilakukan tanpa mengubah pola tampak depan, atap, dan warna, serta dengan mempertahankan detail dan ornamen bangunan yang penting.
·       Dalam upaya rehabilitasi dan revitalisasi dimungkinkan adanya perubahan tata ruang dalam asalkan tidak mengubah struktur utama bangunan
·       Di dalam persil atau lahan bangunan cagar budaya dimungkinkan adanya bangunan tambahan yang menjadi satu kesatuan yang utuh dengan bangunan utama
3.     Pemugaran Bangunan Cagar Budaya Golongan C
·       Perubahan bangunan dapat dilakukan dengan tetap mempertahankan pola tampak muka, arsitektur utama dan bentuk atap bangunan
·       Detail ornamen dan bahan bangunan disesuaikan dengan arsitektur bangunan disekitarnya dalam keserasian lingkungan
·       Penambahan Bangunan di dalam perpetakan atau persil hanya dapat dilakukan di belakang bangunan cagar budaya yang harus sesuai dengan arsitektur bangunan cagar budaya dalam keserasian lingkungan
·       Fungsi bangunan dapat diubah sesuai dengan rencana Kota

Sumber :




Komentar

Postingan Populer