Hukum dan Pranata Pembangunan - Bab 2
Kajian
Teori
A.
UNDANG-UNDANG NO. 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG
Visi Undang-Undang No. 26 tentang Penataan Ruang adalah
terwujudnya ruang nusantara yang mengandung unsur-unsur penting dalam menunjang
kehidupan masyarakat, sebagai berikut:
- · Keamanan : masyarakat terlindungi dari berbagai ancaman dalam menjalankan aktivitasnya;
- · Kenyamanan: kesempatan luas bagi masyarakat untuk dapat menjalankan fungsi dan mengartikulasi nilai-nilai sosial budayanya dalam suasana tenang dan damai;
- · Produktivitas: proses dan distribusinya dapat berlangsung efisien serta mampu menghasilkan nilai tambah ekonomis bagi kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan daya saing;
- · Berkelanjutan: kualitas lingkungan dapat dipertahankan bahkan dapat ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat saat ini dan generasi mendatang.
Untuk mendukung visi di atas, maka setiap wilayah harus
selalu memperhatikan aspek sumber daya alam dan lingkungan hidup, seperti
ditetapkan pada Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 pasal 3 yaitu bahwa penyelenggaraan
penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman,
nyaman, produktif dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dengan
terwujudnya:
- · Keharmonisan antara lingkungan alami dan buatan
- · Keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan
- · Perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadal lingkungan akibat pemanfaatan ruang.
Sementara pasal 6 ayat (1) mempertegas bahwa penataan ruang
diselenggarakan dengan memperhatikan potensi khusus sumber daya alam, sumber
daya manusia, dan sumber daya buatan serta kondisi ekonomi, sosial, budaya,
politik, hukum, pertahanan keamanan, lingkungan hidup serta ilmu pengetahuan
dan teknologi sebagai suatu kesatuan.
Pada pasal 17 memuat bahwa proporsi kawasan hutan paling
sedikit 30% dari luas daerah aliran sungai (DAS) yang dimaksudkan untuk menjaga
kelestarian lingkungan. Pasal 28 sampai dengan pasal 30 memuat bahwa proporsi
ruang terbuka hijau pada wilayah kota minimal 30% di mana proporsi ruang
terbuka hijau publik pada wilayah kota minimal 10%. Sedangkan pasal 48 memuat
bahwa penataan ruang kawasan perdesaan diarahkan antara lain, untuk:
- · Pertahanan kualitas lingkungan setempat dan wilayah yang didukungnya;
- · Konservasi sumber daya alam; dan
- · Pertahanan kawasan lahan abadi pertanian pangan untuk ketahahan pangan
B.
BENTUK PENGENDALIAN
Berdasarkan UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang,
bentuk pengendalian penyelenggaraan penataan ruang pada dasarnya meliputi empat
jenis, yaitu peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif,
serta pengenaan sanksi.
- · Peraturan Zonasi, merupakan ketentuan yang mengatur tentang persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang
- · Perizinan, merupakan upaya untuk memperbolehkan atau tidak memperbolehkan suatu kegiatan berlangsung pada suatu wilayah sesuai dengan tata ruang, dengan mengeluarkan penerbitan surat izin.
- · Pemberian Insentif dan Disinsentif, merupakan upaya untuk mengarahkan pembangunan dengan memberikan dorongan terhadap kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang dan memberikan upaya menghambat terhadap kegiatan yang bertentangan dengan rencana tata ruang.
- · Pengenaan Sanksi, merupakan upaya untuk memberikan tindakan penertiban atas pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan peraturan zonasi.
C.
PERATURAN ZONASI DALAM PENGENDALIAN
Dari semua bentuk pengendalian yang ada, salah satu yang
mencoba diperkenalkan dan diterapkan di Indonesia adalah peraturan zonasi.
Peraturan zonasi ini sendiri dalam kaitannya dengan penyelenggaraan penataan
ruang merupakan salah satu alat untuk pengendalian pemanfaatan ruang yang
kedudukannya setara perizinan, insentif/disinsentif, dan sansi. Secara
diagramatis kedudukan peraturan zonasi berdasarkan UU No. 26 Tahun 2009 tentang
Penataan Ruang dapat digambarkan sebagai berikut:
D.
FILOSOFI PERATURAN ZONASI SEBAGAI PERANGKAT
PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
Peraturan Zonasi (Zoning regulation ) yang merupakan
perangkat aturan pada skala blok yang umum digunakan di negara maju potensial
untuk melengkapi RDTRK agar lebih operasional. Penggunaan peraturan zonasi
dapat dilakukan di negara-negara maju (Amerika Serikat dan Eropa Barat)
dikarenakan pola ruang wilayah administratif pada negara-negara tersebut
didasarkan pada pola pengembangan blok. Dengan pola ini, disertai dengan
kelengkapan instrumen data dan kelembagaan, maka peraturan zonasi dapat
ditegakkan sesuai dengan tujuan dari peraturan zonasi itu sendiri.
E.
PENGERTIAN DAN KONSEP PERATURAN ZONASI
Peraturan zonasi pada dasarnya adalah suatu alat untuk
pengendalian yang mengatur tentang persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan
pengendaliannya yang disusun untuk setiap blok/zona peruntukan (UU No. 26 Tahun
2007 tentang Penataan Ruang), dimana blok/zona peruntukan yang menjadi acuan
ditetapkan melalui rencana rinci tata ruang. Peraturan zonasi ini lebih dikenal
dengan istilah populer zoning regulation, dimana kata zoning yang dimaksud
merujuk pada pembangian lingkungan kota ke dalam zona-zona pemanfaatan ruang
dimana di dalam tiap zona tersebut ditetapkan pengendalian pemanfaatan ruang
atau diberlakukan ketentuan hukum yang berbeda-beda (Barnet, 1982).
Adapun
peraturan zonasi atau zoning regulation ini di beberapa negara lain
diberlakukan dengan istilah yang berbeda-beda, antara lain zoning code, land
development code, zoning ordinance, zoning resolution, zoning bby law, dan
sebaginya (Zulkaidi, 2008).
Peraturan zonasi ini pada dasarnya mengatur tentang
klasifikasi zona, pemanfaatan lahan, dan prosedur pelaksanaan pembangunan.
Dalam UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, secara rinci disebutkan
bahwa peraturan zonasi berisi:
- · Ketentuan yang harus, boleh, dan tidak boleh dilaksanakan pada zona pemanfaatan ruang
- · Amplop ruang (koefisien dasar ruang hijau, koefisien dasar bangunan, koefisien lantai bangunan, dan garis sempadan bangunan)
- · Penyediaan sarana dan prasarana
Ketentuan
lain yang dibutuhkan untuk mewujudkan ruang yang aman, nyaman, produktif dan
berkelanjutan, antara lain:
- · Keselamatan penerbangan
- · Pembangunan pemancar alat komunikasi
- · Pembangunan jaringan listrik tegangan tinggi
F.
PERATURAN ZONASI DALAM UU NO.26 THUN 2007
PASAL 8
AYAT (6)
Dalam
pelaksanaan wewenang sebagaimana dimaksud dalam ayat(1), ayat(2), ayat(3),ayat(4),
ayat(5), Pemerintah :
Menyebarluaskan
informasi yang berkaitan dengan :
1)….
2)
arahan peraturan zonasi untuk sistem nasional yang disusun dalam rangka
pengendalian pemanfaatan ruang wilayah nasional
PASAL 9
AYAT(6)
pelaksanaan
wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat(4), dan
ayat (5), pemerintah daerah provinsi :
menyebarluaskan
informasi yang berkaitan dengan:
1)
rencana umum dan rencana rinci tata ruang dalam rangka pelaksanaan penataan
ruang wilayah provinsi;
2)
arahan peraturan zonasi untuk sistem provinsi yang disusun dalam rangka pengendalian pemanfaatan ruang wilayah
provinsi; dan
PASAL
14
· (3)
Rencana rinci tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri
atas:
rencana
tata ruang pulau/kepulauan dan rencana tata ruang kawasan strategis nasional;
rencana
tata ruang kawasan strategis provinsi; dan
rencana
detail tata ruang kabupaten/kota dan rencana tata ruang kawasan strategis
kabupaten/kota.
· (6)
Rencana detail tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dijadikan
dasar bagi penyusunan peraturan zonasi. * (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai
tingkat ketelitian peta rencana tata ruang diatur dengan peraturan pemerintah.
PASAL
20
· (1) Rencana
Tata Ruang Wilayah Nasional memuat:
1.
tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang
wilayah nasional;
2.
rencana struktur ruang wilayah nasional yang
meliputi sistem perkotaan nasional yang terkait dengan kawasan perdesaan dalam
wilayah pelayanannya dan sistem jaringan prasarana utama;
3.
rencana pola ruang wilayah nasional yang
meliputi kawasan lindung nasional dan kawasan budi daya yang memiliki nilai
strategis nasional;
4.
penetapan kawasan strategis nasional;
5.
arahan pemanfaatan ruang yang berisi indikasi
program utama jangka menengah lima tahunan; dan
6.
arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah
nasional yang berisi indikasi arahan peraturan zonasi sistem nasional, arahan
perizinan, arahan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi.
PASAL
23
· (1) Rencana
tata ruang wilayah provinsi memuat:
1.
tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang
wilayah provinsi;
2.
rencana struktur ruang wilayah provinsi yang
meliputi sistem perkotaan dalam wilayahnya yang berkaitan dengan kawasan
perdesaan dalam wilayah pelayanannya dan sistem jaringan prasarana wilayah
provinsi;
3.
rencana pola ruang wilayah provinsi yang
meliputi kawasan lindung dan kawasan budi daya yang memiliki nilai strategis
provinsi;
4.
penetapan kawasan strategis provinsi;
5.
arahan pemanfaatan ruang wilayah provinsi yang
berisi indikasi program utama jangka menengah lima tahunan; dan
6.
arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah
provinsi yang berisi indikasi arahan peraturan zonasi sistem provinsi, arahan
perizinan, arahan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi.
PASAL
26
· (1)Rencana
tata ruang wilayah kabupaten memuat:
1.
tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang
wilayah kabupaten;
2.
rencana struktur ruang wilayah kabupaten yang
meliputi sistem perkotaan di wilayahnya yang terkait dengan kawasan perdesaan
dan sistem jaringan prasarana wilayah kabupaten;
3.
rencana pola ruang wilayah kabupaten yang
meliputi kawasan lindung kabupaten dan kawasan budi daya kabupaten;
4.
penetapan kawasan strategis kabupaten;
5.
arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang
berisi indikasi program utama jangka menengah lima tahunan; dan
6.
ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah
kabupaten yang berisi ketentuan umum peraturan zonasi,ketentuan perizinan,
ketentuan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi.
Sumber:
Komentar
Posting Komentar