Tugas Kritik Arsitektur
Kritik
Arsitektur Deskriptif
Perkembangan
Arsitektur pada Masjid Raya Sumatra Barat, Kota Padang
Fahmi
Hamzah Zamzamil / 4TB01 / 22315375
ABSTRAKSI
Jika
ditelusuri dari sejarah perkembangan, masjid merupakan karya senin dan budaya
islam tepenting dalam ranah arsitektur. Karya arsitektur masjid, merupakan
perwujudan dan puncak ketinggian pengetahuan teknih dan metoda membangun,
material, ragam hias, dan filosofi di suatu wilayah pada masanya. Selain itu
masjid juga menjadi titik temu berbagai bentuk seni, mulai dari seni spasial,
ruang dan bentuk, dekorasi, hingga seni suara.
Masjid
merupakan suatu karya budaya yang hidup, karena ia merupakan karja arsitektur
yang selalu diciptakan, dipakai oleh masyarakat muslim secara luas, dan
digunakan terus-menerus dari generasi ke generasi. Karena itu, sebagai bangunan
religious, masjid adalah representasi dari komunitas umat islam yang melahirkan
dan memakmurkannya. Sebagai suatu proses dan hasilnya tumbuh dan berkembangnya
masyarakat itu sendiri. Ini terkadang menjadi masalah dan sekaligus kelebihan
tersendiri dalam menelusurinya.
Kata Kunci : Arsitektur Masjid, Perkembangan
Masjid
PENDAHULUAN
Masjid
(bentuk tidak baku: mesjid) adalah rumah tempat ibadah umat Islam atau Muslim.
Masjid artinya tempat sujud, dan sebutan lain bagi masjid di Indonesia adalah
musholla, langgar atau surau. Istilah tersebut diperuntukkan bagi masjid yang
tidak digunakan untuk Sholat Jum'at, dan umumnya berukuran kecil. Selain
digunakan sebagai tempat ibadah, masjid juga merupakan pusat kehidupan
komunitas muslim. Kegiatan-kegiatan perayaan hari besar, diskusi, kajian agama,
ceramah dan belajar Al Qur'an sering dilaksanakan di Masjid. Bahkan dalam
sejarah Islam, masjid turut memegang peranan dalam aktivitas sosial
kemasyarakatan hingga kemiliteran.
Menara-menara,
serta kubah masjid yang besar, seakan menjadi saksi betapa jayanya Islam pada
kurun abad pertengahan. Masjid telah melalui serangkaian tahun-tahun terpanjang
di sejarah hingga sekarang. Mulai dari Perang Salib sampai Perang Teluk. Selama
lebih dari 1000 tahun pula, arsitektur Masjid perlahan-lahan mulai menyesuaikan
bangunan masjid dengan arsitektur modern. Bentuk masjid telah diubah di
beberapa bagian negara Islam di dunia. Gaya masjid terkenal yang sering dipakai
adalah bentuk masjid Abbasi, bentuk T, dan bentuk kubah pusat di Anatolia.
Arab-plan
atau hypostyle adalah bentuk-bentuk awal masjid yang sering dipakai dan
dipelopori oleh Bani Umayyah. Masjid ini berbentuk persegi ataupun persegi
panjang yang dibangun pada sebuah dataran dengan halaman yang tertutup dan
tempat ibadah di dalam. Halaman di masjid sering digunakan untuk menampung
jamaah pada hari Jumat. Masjid bergaya arab-plan mulai dibangun pada masa
Abbasiyah dan Umayyah, tetapi masjid bergaya arab-plan tidak terlalu disenangi.
Bentuk umum dari sebuah masjid adalah
keberadaan menara. Menara asal katanya dari bahasa Arab "nar" yang
artinya "api"( api di atas menara/lampu) yang terlihat dari kejauhan.
Menara di masjid biasanya tinggi dan berada di bagian pojok dari kompleks
masjid. Kubah juga merupakan salah satu ciri khas dari sebuah masjid. Seiring
waktu, kubah diperluas menjadi sama luas dengan tempat ibadah di bawahnya.
Walaupun kebanyakan kubah memakai bentuk setengah bulat, masjid-masjid di
daerah India dan Pakistan memakai kubah berbentuk bawang.
METODE
PENELITIAN
Untuk
penulisan kali ini metode yang digunakan untuk dalam kritik arsitektur yaitu
kritik deskriptif yang mana metode kritik ini bersifat lebih nyata (factual). Metode ini mencatat
fakta-fakta pengalaman seseorang terhadap bangunan atau kota. Selain itu metode
ini bertujuan pada kenyataan bahwa jika kita tahu apa sesungguhnya suatu
kejadian dan proses kejadiaanya maka kita dapat lebih memahami makna bangunan
dan juga lebih dipahami sebagai sebuah landasan untuk memahami bangunan melalui
berbagai unsur bentuk yang ditampilkannya.
Metode
in juga tidak dipandang sebagai bentuk to
judge atau to interprete. Tetapi sekedar
metode untuk melihat bangunan sebagaimana apa adanya dan apa yang terjadi
didalamnya. Dalam metode kritik deskriptif ini terdapat beberapa jenis metoda. Untuk
penulisan ini jenis metoda yang digunakan yaitu Depictive Criticism (Gambaran Bangunan) dimana jenis ini cenderung
tidak dipandang sebagai sebuah bentuk kritik karena ia tidak didasarkan pada
pernyataan baik atau buruknya sebuah bangunan.
Aspek
Static (secara grafis) digunakan dalam penelitian kali ini. Aspek statis
merupakan salah satu aspek yang ada di dalam jenis metoda Depictive Criticism (Gambaran Bangunan). Aspek ini memfokuskan
perhatian pada elemen-elemen, bentuk (form),
bahan (materials) dan permukaan (texture).
PEMBAHASAN
Masjid Raya Sumatra Barat
Masjid
Raya Sumatera Barat adalah masjid terbesar di Sumatera Barat, terletak
menghadap Jalan Khatib Sulaiman, Kecamatan Padang Utara, Kota Padang. Dimulai
dengan peletakan batu pertama pada 21 Desember 2007, pembangunannya tuntas pada
4 Januari 2019 dengan total biaya sekitar Rp325–330 miliar menggunakan dana
APBD Sumatera Barat dibantu APBN. Pengerjaannya dilakukan secara bertahap
karena keterbatasan anggaran dari provinsi.
Meski
tidak rutin, Masjid Raya Sumatera Barat telah dipusatkan sebagai tuan rumah
kegiatan keagamaan skala regional seperti tablig akbar, pertemuan jemaah,
penyelenggaraan Salat Ied hingga Salat Jumat setiap minggunya. Sejak awal tahun
2012, pemerintah provinsi memusatkan kegiatan wirid rutin jajaran pegawai
negeri sipil untuk memperkenalkan masjid. Namun, frekuensi pemakaian masjid
untuk aktivitas ibadah masih terbatas karena belum rampungnya fasilitas listrik
dan ketiadaan air bersih.
Konstruksi
masjid terdiri dari tiga lantai. Ruang utama yang dipergunakan sebagai ruang
salat terletak di lantai atas, terhubung dengan teras yang melandai ke jalan.
Denah masjid berbentuk persegi yang melancip di empat penjurunya, mengingatkan
bentuk bentangan kain ketika empat kabilah suku Quraisy di Mekkah berbagi
kehormatan memindahkan batu Hajar Aswad. Bentuk sudut lancip sekaligus mewakili
atap bergonjong pada rumah adat Minangkabau rumah gadang.
Kompleks
Masjid Raya Sumatera Barat menempati area seluas 40.343 meter persegi di
perempatan Jalan Khatib Sulaiman dan Jalan Ahmad Dahlan. Bangunan utama yakni
masjid terdiri dari tiga lantai dengan denah seluas 4.430 meter persegi.
Peletakan batu pertama sebagai tanda dimulainya pembangunan dilakukan pada 21
Desember 2007 oleh Gubernur Sumatera Barat Gamawan Fauzi.
Interior Masjid Raya Sumatra Barat
Arsitektur
Masjid Raya Sumatera Barat memakai rancangan yanng dikerjakan oleh arsitek
Rizal Muslimin, pemenang sayembara desain yang diikuti oleh 323 arsitek dari
berbagai negara pada 2007. Dari ratusan peserta, 71 desain masuk sebagai
nominasi dan diseleksi oleh tim juri yang diketuai oleh sastrawan Wisran Hadi.
Konstruksi bangunan dirancang menyikapi kondisi geografis Sumatera Barat yang
beberapa kali diguncang gempa berkekuatan besar. Menurut rancangan, kompleks bangunan
akan dilengkapi pelataran, taman, menara, ruang serbaguna, fasilitas komersial,
dan bangunan pendukung untuk kegiatan pendidikan.
Masjid
Raya Sumatera Barat menampilkan arsitektur modern yang tak identik dengan
kubah. Atap bangunan menggambarkan bentuk bentangan kain yang digunakan untuk
mengusung batu Hajar Aswad. Ketika empat kabilah suku Quraisy di Mekkah
berselisih pendapat mengenai siapa yang berhak memindahkan batu Hajar Aswad ke
tempat semula setelah renovasi Kakbah, Nabi Muhammad memutuskan meletakkan batu
Hajar Aswad di atas selembar kain sehingga dapat diusung bersama oleh
perwakilan dari setiap kabilah dengan memegang masing-masing sudut kain.
Ruang
utama yang dipergunakan sebagai tempat salat di lantai atas adalah ruang lepas.
Lantai atas dengan elevasi tujuh meter dapat diakses langsung melalui ramp,
teras terbuka yang melandai ke jalan. Dengan luas 4.430 meter persegi, lantai
atas diperkirakan dapat menampung 5.000–6.000 jemaah. Lantai atas ditopang oleh
631 tiang pancang dengan pondasi poer berdiameter 1,7 meter pada kedalaman 7,7
meter. Dengan kondisi topografi yang masih dalam keadaan rawa, kedalaman setiap
pondasi tidak dipatok karena menyesuaikan titik jenuh tanah tanah. Adapun
lantai dua berupa mezanin berbentuk leter U memiliki luas 1.832 meter persegi.
Konstruksi
rangka atap menggunakan pipa baja. Gaya vertikal beban atap didistribusikan
oleh empat kolom beton miring setinggi 47 meter dan dua balok beton lengkung
yang mempertemukan kolom beton miring secara diagonal. Setiap kolom miring
ditancapkan ke dalam tanah dengan kedalaman 21 meter, memiliki pondasi tiang
bor sebanyak 24 titik dengan diameter 80 centimeter. Pekerjaan kolom miring
melewati 13 tahap pengecoran selama 108 hari dengan memperhatikan titik
koordinat yang tepat.
Masjid
Raya Sumatera Barat memiliki kepengurusan resmi dengan dikeluarkannya SK
Gubernur tentang pengangkatan pengurus. Pengurus terdiri dari pejabat
pemerintah provinsi diketuai oleh Sekretaris Daerah Ali Asmar.
Masjid
Raya Sumatera Barat membutuhkan biaya yang besar untuk perawatan dan
operasional, baik mekanikal, perawatan kontruksi, dan petugas, membutuhkan dana
Rp4,2 miliar per tahun.
KESIMPULAN
Masjid
merupakan salah satu bangunan yang penting dalam agama islam selain fungs utama
sebagai tempat ibadah, masjid juga digunakan sebagai tempat kegiatan umat islam
antara lain dalam bidang social, politik, pendidikan, dan budaya. Masjid menjadi
bagian yang tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan sehari-hari masyrakat
muslim,tidak terkecuali di Indonesia.
Islam
tidak memiliki konsep arsitektur yang bersifat memaksa yang menyatakan bahwa
bangunan masjid sebagai tempat
peribadatan umat Islam, misalnya harus memiliki ciri seragam seperti
kubah atau bentuk lainnya. Tidak ada luas minimum, tidak ada aturan khusus
tentang warna/cat, ataupun bentuk wajib yang harus dipatuhi dalam pembangunan
masjid. Namun begitu, ada beberapa hal yang bersifat disarankan atau dianjurkan
ada dalam sebuah bangunan masjid, dengan tujuan untuk mengikuti ajaran bentuk
awal masjid pertama yang dibangun dalam sejarah Islam dan masjid pertama yang dibangun
oleh Nabi Muhammad SAW, nabi terakhir dalam Islam.
Arsitektur
masjid berkembang sesuai dengan perkembangan jaman dan teknologi. Beberapa fasilitas
tambahan dimasukkan dalam masjid dengan tujuan untuk mempermudah umat islam
dalam melaksanakan ibahah. Selain karena jama dan teknologi, arsitektur masjid
juga berkembang sesuai adat dan kebudayaan masyarakat tempat dimana masjid
tersebut didirikan. Masjid ditiap daerah memiliki karakter khusus yang
menunjukkan cir khas dan kebudayaannya.
Masjid
Raya Sumatra Barat adalah salah satu masjid di Indonesia yang mempunyai ciri
khas tersendiri. Meskipun Masjid Raya Sumbar telah mengalami penyederhanaan
dengan tidak ada nya lagi penggunaan kubah dana menara. Namun, Masjid Raya
Sumatra Barat tetap tingkat kompleksitas yang tinggi dari segi filosofi dimana
atap pada bangunan tersebut menggambarkan bentuk bentangan kain yang digunakan
untuk mengusung batu Hajar Aswad oleh keempat kabilah suku Quraisy. Selain itu,
dari sisi konstruksi perancanng masjid ini menyesuaikan dengan kondisi Sumatra
Barat yang sering mengalami guncangan gempa berkekuatan besar.
Sumber
:
Komentar
Posting Komentar