Konservasi Arsitektur di Indonesia
Masjid Agung Kauman, Semarang
Indonesia
memiliki keanekaragaman suku dan budaya, dimana mempengaruhi gaya arsitektur
suatu bangunan atau suatu kawasan. Pada zaman dahulu beberapa bangunan
dipengaruhi oleh pengaruh dari bangsa luar mulai dari Inggris, Belanda, sampai
dengan Cina. Berikut adalah salah satu contoh pelestarian atau konservasi pada
sebuah bangunan peninggalan masa lalu.
Masjid
Agung Semarang atau yang akrab disebut Masjid Kauman Semarang sebagai masjid
tertua di kota semarang, jawa tengah. Memiliki sejarah yang panjang dan erat
kaitannya dengan sejarah berdirinya kota Semarang. Masjid yang kini telah
menjadi cagar budaya dan harus dilindungi menjadi kebanggaan warga Semarang
karena bangunannya yang khas, mencaerminkan jatidiri masyarakat pesisir yang
lugas tetapi bersahaja. Seperti halnya pada masjid-masjid kuno di pulau Jawa,
Masjid Agung Semarang berada di pusat kota (alun-alun) dan berdekatan dengan
pusat pemerintahan (kanjengan) dan penjara, serta tak berjarak jauh dari pusat
perdagangan (pasar Johar), merupakan ciri khas dari tata ruang kota pada jaman
dahulu.
Dalam
sejarah pergerakan dan perjuangan bangsa Indonesia, Masjid Agung Semarang juga
menyimpan cerita yang menarik. Masjid ini nenjadi satu-satunya masjid di
Indonesia yang mengumumkan kemerdekaan bangsa Indonesia secara terbuka hanya
beberapa saaat setelah diproklamirkan. Seperti diketahui peristiwa proklamasi
yang dibacakan Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta di Pegangsaaan Timur no 56
Jakarta pada hari Jum’at pukul 10.00 pagi. Lebih kurang satu jam setelah itu
yaitu pada saat sebelum sholat Jum’at, Alm. dr. Agus, salah seorang jama’ah
aktif di Masjid Agung Semarang melalui mimbar Jum’at dan dihadapan jama’ah
mengumumkan terjadinya proklamasi RI.
Keberanian
Alm. dr. Agus harus dibayar mahal, karena setelah peristiwa itu beliau
dikejar-kejar tentara Jepang dan melarikan diri ke Jakarta hingga meninggal di
sana. Sebagai penghargaan atas peristiwa tersebut pada tahun 1952, Presiden RI
pertama Ir. H. Soekarno menyempatkan diri hadir untuk melakukan sholat jumat
dan berpidato di masjid ini.
A. LOKASI
Letak Masjid Agung Semarang tadinya berdiri megah di
depan alun alun kota Semarang. Namun kemudian sejak tahun 1938 alun alun
tersebut beralih fungsi menjadi kawasan komersil yaitu dengan adanya Pasar
Johar , Pasar Yaik, gedung BPD dan Hotel Metro yang kemudian menjadi area
Kawasan Perdagangan Johar. Masjid Agung Semarang kini terjepit di antara
bangunan bangunan tinggi yang mengepungnya. Masjid ini beralamat di Jl.
Alun-alun Barat Nomor 11 Semarang. Sekarang Masjid Agung Semarang letaknya
tidak lagi berada dalam wilayah Kampung (Kelurahan) Kauman, tetapi masuk dalam
wilayah Kelurahan Bangunharjo Semarang Tengah.
B. SEJARAH
Menurut inskripsi berbahasa dan berhuruf jawa yang
terpatri di batu marmer tembok bagian dalam gerbang masuk ke Masjid Agung
Semarang, masjid ini dibangun pada tahun 1170 Hijriah atau bertepatan dengan
tahun 1749M. lengkapnya inskripsi tersebut berbunyi seperti berikut :
“Pemut kala
penjenengane Kanjeng Tuwan Nikolas Harting hedelir gopennar serta sarta
Direktur hing tanah Jawi gennipun kangjeng Kyahi Dipati Suradimanggala hayasa
sahega dadosse masjid puniki kala Hijrat 1170”
Dalam
bahasa Indonesia nya :
“Tanda peringatan ketika kanjeng Tuan Nicoolass
Hartingh, Gubernur serta Direktur tanah Jawa pada saat Kanjeng Kyai Adipati
Suramanggala membangun hingga jadinya masjid ini pada tahun 1170 Hijrah”
Tuan Nicoolass Hartingh sendiri seperti yang disebutkan dalam inskripsi tersebut adalah tokoh utama penggerak lahirnya perjanjian Giyanti pada tahun 1755 yang memecah wilayah Kesultanan Mataram atau dikenal dengan Palihan Nagari menjadi wilayah kesultanan Ngayokyakarta Hadiningrat berpusat di Yokyakarta dan Kasunanan Surakarta. Atas upayanya Nicoolas Hartingh kemudian dihadiahi rumah dinas oleh pemerintah penjajahan Belanda (VOC) di daerah tugu muda dengan nama De Vredestein atau Wisma Perdamaian.
C. ARSITEKTUR
Arsitektur Masjid Agung Semarang ini sering disebut
dengan konsep tektonika. Sistem yang mirip dengan struktur tumpang pada
bangunan tumpang berpenyangga berpilar lima pada bangunan bangunan pra Islam di
tanah Jawa. Menurut Ir. Totok Roesmanto, diterapkannya sistem tektonik dalam
pembangunan Masjid Agung Semarang ini bukan menggunakan soko guru layaknya
Masjid Agung Demak, menunjukkan ketidakmampuan ahli bangunan Belanda pada masa
itu mencerna aplikasi sistem konstruksi brunjung empyak pada bangunan tajuk
tradisional.
Penggunaan sistem tektonik ini mengarah kepada
struktur bangunan yang rigid. Empat sokoguru digantikan dengan pilar pilar bata
penopang rangkaian pilar dan balok kayu di atasnya. Pada rangkaian bangunan ini
juga dikenal sistem dhingklik yang menopang pilar pilar balok kayu yang lebih
kecil di atasnya dan bntuk bangunan itu dan seterusnya.
Masjid Agung Semarang memiliki ciri arsitektur Jawa yang khas, dengan bentuk atapmnya menyiratkan bangunan gaya Majapahit. Bagian tajug paling bawah menaungi ruangan ibadah. Tajug kedua lebih kecil, sedangkan tajug tertinggi berbentuk limasan. Semua tajug ditopang dengan balok-balok kayu berstruktur modern. Yang membedakan lagi, bangunan utama Masjid Demak disangga empat soko guru, sedang atap Masjid Agung Semarang ditopang 36 soko (pilar) yang kokoh. Bentuk atap limasan yang diberi hiasan mustaka, sementara pintunya berbentuk rangkaian daun waru, melambangkan arsitektur Persia atau Arab.
TAHAP
PENENTUAN JENIS KONSERVASI
Masjid
Agung Kauman Semarang adalah “bangunan kumo bersejarah” yang menggunakan “sistemt
struktur dan konstruksi bangunan BOW”. Sejak akhir abad 19, masjid yang
dibangun tahun 1890 itu berada dibawah pemeliharaan dan tanggung jawab BOW (Burgerlijk Openbare Werken) atau Dinas
Pekerjaan Umum pemerintah Hindia Belanda. Standar kelayakan bangunan yang
diterapkan adalah standar yang berlaku di Negara Belanda.
Ciri masjid BOW adalah bentuk
luarnya sama dengan masjid tradisional, tetapi menggunakan system struktur dan
konstruktsi bangunan baru, system konstruksi dengan “pengaku” dan “balok cincin”
atau “murplat”. Selain itu
tiang-tiang soko guru yang biasanya
dipakai dalam system struktur bangunan masjid tradisional Jawa telah digantikan
dengan “pilar bata yang diplester”. Ternyata Masjid Agung Kauman adalah
satu-satunya masjid BOW yang ada di Semarang.
TAHAP
ANALISIS KERUSAKAN DAN PELAPUKAN
1. Atap
: Kerangka Kayu
Struktur kerangka kayu pada umumnya masid dalam kondisi baik, dalam arti tidak terjadi kerusakan yang membahayakan konstruksi atap secara menyeluruh. Hal ini wajar karena ukuran kayu cukup besar dan memadai, sementara atapa yang disangga ringan (seng). Kerusakan yang berupa retakan terjadi pada bagian kayu dibeberapa titik. Terjadinya retakan tersebut tidak disebabkan oleh faktor beban, tetapi oleh pengaruh iklim.
2. Dinding
Dibeberapa tempat plester dinding mengalami
pelapukan yang menyebabkan lapisan dinding mudah mengelupas. Hal ini disebabkan
oleh kondisi suhu dan air tanah yang meresap ke dalam dinding melalui proses
kapilarisasi.
Selain
itu dinding bagian luar ditumbuhi oleh tanaman rambat liar dan jamur, serta
warna dinding yang menguning. Hal ini disebabkan oleh rembesan air hujan dari
talang air atau tampias hujan.
3. Kolom
Pada bagian kolom masjid atau pilar masjid mengalami
pelapukan dan pengelupasan yang sama terjadi pada dindinng masjid yang
disebabkan oleh air tanah yang menyerap kedalam pilar-pilar.
4. Lantai
Lantai
pada ruang sholat utama menggunakan ubin ukuran 50x50 cm. kondisi lantai
seluruhnya madih dalam keadaan baik.namun marmer lantai ini tampaknya baru,
sedangkan lantai marmer yang lama ada dibawah lantai sekarang.
5. Langit
– langit
Menggunakan
lapisan jabarwood, membuat papan kayu
asli yang seharusnya tampak dari bawah menjadi tidak terlihat. Hal ini
menyebabkan kondisi kayu tidak dapat dideteksi dan diobservasi.
KONSEP
PENANGANAN KONSERVASI
Penanganan
konservasi pada Masjid Kauman dapat dilakukan dengan dua cara yaitu “insitu” atau dibongkar kemudian
direkonstruksi kembali. Berdasarkan analisis kerusakan dan pelapukan, maka
penangannya cukup dilakukan dengan cara “insitu”
atau rehabilitasi unutk memberpaiki atau mengganti komponen bangunan yang rusak
atau lapuk.
1. Bahan
Kayu
Konservasi pada bahan
kayu dapat dilakukan denganbeberpa metode seperti :
-
Pembersihan, permukaan kayu yang tidak
dicat secara mekanis dengan mengunakan sikat ijuk, kuas, sapu, atau bila perlu
dengan vacuum cleaner.
-
Perbaikan, kayu yang retak pada rangka
atap diinjeksi dengan Epoxy Resin,
kemudian diklem dengan plat besi yang dilapisi anti karat.
-
Pengawetan, atau threatment dengan
menggunakan bahan pestisida untuk mencehag adanya serangga yang dapat merusak
kayu.
-
Pelapisan, atau coating pada kayu untuk mencegah kapilaritas air yang dapat
menyebabkan pembusukan atau pelapukan.
2. Bahan
Logam
Bahan
logam seperti seng, daun jendela, dan daun pintu dibersihkan dari karat dan
dilapisi dengan cat anti karat berkualitas baik.
3. Plester
Dinding, Kolom, dan Gerbang
Pada
bagian plester yang mengalami pelapukan dan pengelupasan dibersihkan kemudian
diganti dengan plester yang baru. Selanjutnya untuk mengatasi kapilarisasi air
pada dinding, maka dilapisi dengan lapisan kedap air pada bagian bawah dinding .
4. Sistem
Pembuangan Air
Pada talang air hujan
terdapat beberapa bagian talang yang tersumbat atau bocor sehingga merembes ke
dinding luar masjid yang menyebabkan tumbuhnya jamur dan membuat lapisan
dinding menguning dan mengelupas. Hal ini dapat diatasi dengan membersihkan
talang air dari sampah – sampah yang menyumbat serta mengganti talang air yang
bocor.
Referensi
:
- https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20190215105730-269-369537/masjid-kauman-semarang-saksi-bisu-sejarah-politik-indonesia
- https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Berkas:Interior-Masjid_Kauman.jpg&filetimestamp=20120428162234&
- https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/paramita/article/view/1027/937
Komentar
Posting Komentar