Otonomi Daerah
A.
Otonomi Daerah
Otonomi
daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
Secara umum,
pengertian otonomi daerah yang biasa digunakan yaitu pengertian otonomi daerah
menurut UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Dalam UU tersebut
berbunyi otonomi daerah merupakan hak, wewenang, serta kewajiban daerah otonom
guna mengurus dan mengatur sendiri urusan pemerintahan serta kepentingan
masyarakatnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Menurut
Kamus Hukum dan Glosarium, otonomi daerah merupakan kewenangan untuk mengatur
serta mengurus kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi dari masyarakat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Menurut
Encyclopedia of Social Scince, otonomi daerah merupakan hak sebuah organisasi
sosial untuk mencukupi diri sendiri dan kebebasan aktualnya.
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban
daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Secara
harfiah, otonomi daerah berasal dari kata otonomi dan daerah. Dalam bahasa
Yunani, otonomi berasal dari kata autos dan namos. Autos berarti sendiri dan
namos berarti aturan atau undang-undang, sehingga dapat diartikan sebagai
kewenangan untuk mengatur sendiri atau kewenangan untuk membuat aturan guna
mengurus rumah tangga sendiri. Sedangkan daerah adalah kesatuan masyarakat
hukum yang mempunyai batas-batas wilayah.
B.
Latar Belakang Otonomi Daerah
Krisis
ekonomi dan politik yang melanda Indonesia sejak tahun 1997 telah
memporak-porandakan hampir seluruh sendi-sendi ekonomi dan politik negeri ini
yang telah dibangun cukup lama. Lebih jauh lagi, krisis ekonomi dan politik,
yang menjadi multikrisis, telah mengakibatkan semakin rendahnya tingkat
kemampuan dan kapasitas negara dalam menjamin kesinambungan pembangunan. Krisis
tersebut salah satunya disebabkan oleh sistem manajemen negara dan pemerintahan
yang sentralistik, dimana kewenangan dan pengelolaan segala sektor pembangunan
berada dalam kewenangan pemerintah pusat, sementara daerah tidak memiliki
kewenangan untuk mengelola dan mengatur daerahnya.
Sebagai
respons dari krisis tersebut, pada masa reformasi dicanangkan suatu kebijakan
restrukturisasi sistem pemerintahan yang cukup penting, yaitu melaksanakan
otonomi daerah dan pengaturan perimbangan keuangan antarpusat dan daerah.
C.
Dasar Hukum Otonomi Daerah
-
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, Pasal 18 Ayat 1 - 7, yang berbunyi =
(1) Negara
Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu
dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota
itu mempunyai
pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang.
(2) Pemerintahan
daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan
menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
(3) Pemerintahan
daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.
(4) Gubernur,
Bupati dan Walikota masing-masing sebagai Kepala Pemerintah Daerah Provinsi,
Kabupaten dan Kota dipilih secara demokratis.
(5) Pemerintah
daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh
undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat.
(6) Pemerintahan
daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk
melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.
(7) Susunan dan
tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang- undang.
-
Pasal 18A ayat 1 dan 2, yang berbunyi =
(1) Hubungan wewenang
antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota
atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan Undang-undang dengan
memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah. **)
(2) Hubungan
keuangan, pelayanan umum, pemanfatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya
antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara
adil dan selaras berdasarkan undang-undang. **)
-
Pasal 18B ayat 1 dan 2, yang berbunyi =
(1) Negara
mengakui dan menghormati satuansatuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus
atau bersifat istimewa yang diatur dengan Undang-undang. **)
(2) Negara
mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak
tradisonalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat
dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam
undang-undang. **)
-
Ketetapan MPR RI Nomor XV/MPR/1998 tentang
Penyelenggaraan Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian, dan Pemanfaatan Sumber
Daya Nasional yang Berkeadilan, serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah
dalam Kerangka NKRI.
-
Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi
Kebijakan dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah.
-
UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
-
UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
-
UU No. 23 Tahun 2014 tentang pemerintah daerah (Revisi
UU No.32 Tahun 2004)
Sumber :
D. Implementasi Otonomi Daerah
Otonomi daerah
sesungguhnya bukanlah hal yang baru di Indonesia. Sampai saat ini Indonesia
sudah beberapa kali merubah peraturan perundang – undangan tentang pemerintahan
daerah yang menandakan bagaimana otonomi daerah di Indonesia berjalan secara
dinamis.
Semenjak awal
kemerdekaan sampai sekarang telah terdapat beberapa peraturan
perundang-undangan yang mengatur tentang kebijakan Otonomi Daerah. UU 1/1945
menganut sistem otonomi daerah rumah tangga formil. UU 22/1948 memberikan hak
otonomi dan medebewind yang seluas-luasnya kepada Daerah. Selanjutnya UU
1/1957 menganut sistem otonomi ril yang seluas-luasnya. Kemudian UU 5/1974
menganut prinsip otonomi daerah yang nyata dan bertanggung. UU 22/1999 menganut
prinsip otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab. Sedangkan saat
ini di bawah UU 32/2004 dianut prinsip otonomi seluas – luasnya, nyata dan
bertanggung jawab.
Pelaksanaan
otonomi daerah di Indonesia masih banyak kekurangan yang mewarnai
pelaksanaan otonomi daerah seperti kurangnya koordinasi pusat dan daerah serta
masalah – masalah lain yang kemudian berdampak terhadap masyarakat itu
sendiri. Keinginan untuk mewujudkan suatu pemerintahan yang baik melalui
otonomi daerah memang bukanlah hal yang mudah, masih banyak hal yang perlu
diperhatikan untuk dapat menciptakan otonomi daerah yang maksimal demi
menciptakan pemerintahan khususnya pemerintahan daerah yang lebih baik.
E. Contoh Perubahan Positif dari
otonomi Daerah
Otonomi Daerah
memang dapat membawa perubahan positif di daerah dalam hal kewenangan daerah
untuk mengatur diri sendiri. Kewenangan ini menjadi sebuah impian karena sistem
pemerintahan yang sentralistik cenderung menempatkan daerah sebagai pelaku
pembangunan yang tidak begitu penting atau sebagai pelaku pinggiran. Tujuan
pemberian otonomi kepada daerah sangat baik, yaitu untuk memberdayakan daerah,
termasuk masyarakatnya, mendorong prakarsa dan peran serta masyarakat dalam
proses pemerintahan dan pembangunan.
Pada masa lalu,
pengerukan potensi daerah ke pusat terus dilakukan dengan dalih pemerataan
pembangunan. Alih-alih mendapatkan manfaat dari pembangunan, daerah justru
mengalami proses pemiskinan yang luar biasa. Dengan kewenangan yang didapat
daerah dari pelaksanaan Otonomi Daerah, banyak daerah yang optimis bakal bisa
mengubah keadaan yang tidak menguntungkan tersebut.
Beberapa contoh keberhasilan dari
berbagai daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah yaitu:
1.
Di
Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah, masyarakat lokal dan LSM yang mendukung telah
berkerja sama dengan dewan setempat untuk merancang suatu aturan tentang
pengelolaan sumber daya kehutanan yang bersifat kemasyarakatan
(community-based). Aturan itu ditetapkan untuk memungkinkan bupati mengeluarkan
izin kepada masyarakat untuk mengelola hutan milik negara dengan cara yang
berkelanjutan.
2.
Di
Gorontalo, Sulawesi, masyarakat nelayan di sana dengan bantuan LSM-LSM setempat
serta para pejabat yang simpatik di wilayah provinsi baru tersebut berhasil
mendapatkan kembali kontrol mereka terhadap wilayah perikanan tradisional/adat
mereka.
Kedua
contoh di atas menggambarkan bahwa pelaksanaan Otonomi Daerah dapat membawa
dampak positif bagi kemajuan suatu daerah. Kedua contoh diatas dapat terjadi
berkat adanya Otonomi Daerah di daerah terebut.
Pada tahap awal pelaksanaan Otonomi Daerah, telah banyak mengundang suara pro dan kontra. Suara pro umumnya datang dari daerah yang kaya akan sumber daya, daerah-daerah tersebut tidak sabar ingin agar Otonomi Daerah tersebut segera diberlakukan. Sebaliknya, untuk suara kontra bagi daerah-daerah yang tidak kaya akan sumber daya, mereka pesimis menghadapi era otonomi daerah tersebut. Masalahnya, otonomi daerah menuntut kesiapan daerah di segala bidang termasuk peraturan perundang-undangan dan sumber keuangan daerah
Pada tahap awal pelaksanaan Otonomi Daerah, telah banyak mengundang suara pro dan kontra. Suara pro umumnya datang dari daerah yang kaya akan sumber daya, daerah-daerah tersebut tidak sabar ingin agar Otonomi Daerah tersebut segera diberlakukan. Sebaliknya, untuk suara kontra bagi daerah-daerah yang tidak kaya akan sumber daya, mereka pesimis menghadapi era otonomi daerah tersebut. Masalahnya, otonomi daerah menuntut kesiapan daerah di segala bidang termasuk peraturan perundang-undangan dan sumber keuangan daerah
Sumber :
Komentar
Posting Komentar