Sumber Daya Alam dalam Otonomi Daerah
A.
Sumber Daya Alam
1.
Pengertian
Sumber daya alam adalah semua kekayaan berupa benda mati
maupun benda hidup yang berada di bumi dan dapat dimanfaatkan untuk memenuhi
kebutuhan hidup manusia (Abdullah, 2007:3).
Sumber daya alam adalah sesuatu yang dapat dimanfaatkan
untuk berbagai kepentingan dan kebutuhan hidup manusia agar hidup lebih
sejahtera yang ada di sekitar alam lingkungan hidup kita. Sumber daya alam bisa
terdapat di mana saja seperti di dalam tanah, air, permukaan tanah, udara, dan
lain sebagainya. Contoh dasar sumber daya alam seperti barang tambang, sinar
matahari, tumbuhan, hewan dan banyak lagi lainnya.
2. Pengelolaan sumber daya alam
Agar sumber daya alam dapat bermanfaat dalam waktu yang
panjang maka hal-hal berikut sangat perlu dilaksanakan.
a. Sumber daya alam harus
dikelola untuk mendapatkan manfaat yang maksimal, tetapi pengelolaan sumber
daya alam harus diusahakan agar produktivitasnya tetap berkelanjutan.
b. Eksploitasinya harus di bawah
batas daya regenerasi atau asimilasi
sumber daya alam.
sumber daya alam.
c. Diperlukan kebijaksanaan dalam
pemanfaatan sumber daya alam yang ada agar dapat lestari dan berkelanjutan
dengan menanamkan pengertian sikap serasi dengan lingkungannya.
d. Di dalam pengelolaan sumber
daya alam hayati perlu adanya pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut :
1)
Teknologi yang dipakai tidak sampai merusak kemampuan sumber
daya untuk pembaruannya.
daya untuk pembaruannya.
2) Sebagian hasil panen harus
digunakan untuk menjamin pertumbuhan sumber daya alam hayati.
3) Dampak negatif pengelolaannya
harus ikut dikelola, misalnya dengan daur ulang.
4) Pengelolaannya harus secara
serentak disertai proses pembaruannya.
B. Sumber Daya Alam Dalam Otonomi Daerah
Penerapan otonomi daerah
ditujukan untuk mendekatkan proses pengambilan keputusan kepada kelompok
masyarakat yang paling bawah, dengan memperhatikan ciri khas budaya dan
lingkungan setempat, sehingga kebijakan publik dapat lebih diterima dan
produktif dalam memenuhi kebutuhan serta rasa keadilan masyarakat akar rumput,
itulah idealnya aktualisasi dari otonomi daerah. Sebagaimana UU No.22/1999
tentang Daerah, yang lebih popular disebut UU Otonomi Daerah/Otda pada tahun
2001, dan telah diperbaharui dengan UU No.32/2004. UU ini merupakan tonggak
baru dalam sistem pemerintahan Indonesia.
Undang-undang No. 22 Tahun
1999 tentang pemerintahan daerah (UUPD) menjadi salah satu landasan yang
mengatur tentang pelaksanaan otonomi daerah. Pemerintahan dari tingkat provinsi
hingga kota/kabupaten diharapkan dapat melaksanakan kebijakan sesuai dengan
kebutuhan rakyatnya. Kewenangan pemerintah daerah dalam mengatur kegiatan
ekonomi daerah dan pengelolaan sumber daya alam terus dilakukan perbaikan.
Hingga sekarang kebijakan otonomi daerah memiliki pengaruh yang baik dalam
perkembangan daerah di Indonesia. Daerah-daerah di Indonesia terus berkembang
dan memiliki kemandirian dalam pengembangan potensi daerah.
UU Ototnomi Daerah ini
terlahir dari pandangan bahwa negara Indonesia (NKRI) yang mempunyai wilayah
(kepulauan) sangat luas, lautan lebih luas dari daratan. Mustahil dikelola
dengan baik melalui system pemerintahan yang sentralistik. Karena itu,
diperlukan desentralisasi kekuasaan.
Dengan desentralisasi,
diharapkan jarak antara rakyat dengan pembuat kebijakan menjadi lebih dekat,
baik secara politik maupun geografis, sehingga diharapkan kebijakan-kebijakan
yang dihasilkan akan sesuai dengan hajat hidup rakyat. Artinya, pemerintah
daerah yang pastinya lebih mengetahui kelemahan dan keunggulan daerahnya, baik
dari sisi SDM dan SDA, dan pemerintah pusat diharapkan dapat membuat
kebijakan-kebijakan yang lebih efektif guna memakmurkan masyarakat.
UU Otonomi Daerah ini,
Pemerintah Pusat memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah untuk mengelola
Sumber Daya Alam (SDA) dan lingkungan daerahnya secara lebih efektif, efisien
dan partisipatif.
Pemerintah daerah harus
berperan dengan aktif agar sasaran dari otonomi daerah dapat tercapai dengan
baik. Ayat 3 Pasal 33 UUD 1945 menyatakan bahwa ”bumi, air, dan kekayaan
alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Negara memberikan kewenangan kepada
pemerintah daerah untuk mengelola sumber daya alam dan mempergunakan untuk
kemakmuran rakyat. Sumber daya alam yang baik tanpa di dukung oleh pengelolaan
yang baik tentunya akan tidak maksimal. Kewenangan dalam otonomi daerah harus
dipertajam agar tepat “di jantung” sasaran yang dituju. Kita berharap otonomi
daerah tidak disalahgunakan dalam kewenangannya. Otonomi tanpa ada alur yang
mengatur tentunya akan oleng ditengah jalan. Disinilah dibutuhkan kerjasama
dari berbagai pihak agar hal ini dapat dilaksanakan dengan baik. Diantaranya
masyarakat dan pemerintah daerah itu sendiri. Pemerintah daerah harus bersikap
tranparan kepada masyarakat, begitu pula sebaliknya agar kebutuhan dari daerah
tersebut dapat terwujudkan. Kebijakan pemerintah di tingkat provinsi harus
mendukung sepenuhnya dalam pengelolaan sumber daya alam agar dimanfaatan untuk
masyarakat sesuai dengan kebutuhan.
Pemerintah provinsi harus
memahami hal ini. Pemerintah daerah harus berbenah agar pemanfaatan sumber daya
alam dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat. Dengan pengelolaan sumber daya alam yang baik
tentunya ini akan menciptakan lapangan pekerjaan. Lapangan pekerjaan yang
memadai tentunya akan mengurangi pengangguran, berkurangnya pengangguran
tentunya akan mengurangi permasalahan sosial. Jika masyarakatnya sudah
produktif maka percepatan pembangunan menuju kemandirian akan lebih mudah untuk
dilakukan. Pemerintah daerah harus membimbing masyarakat dan memberikan program
pelatihan dalam pengembangan sumber daya manusia.
Sumber :
C. Kebijakan pengelolaan sumber daya alam dalam otonomi
daerah
Dapat dikatakan bahwa
konsekuensi pelaksanaan UU no. 32 Tahun 2004 dengan PP no. 25 Tahun 2000,
pengelolaan lingkungan hidup titik tekannya ada di daerah, maka kebijakan
nasional dalam bidang lingkungan hidup secara eksplisit PROPENAS ( Progam
Pembangunan Nasional ) merumuskan progam yang disebut sebagai pembangunan
sumber daya alam dan lingkungan hidup.
Progam itu mencangkup:
1.
Progam pengembangan dan peningkatan akses informasi sumber daya alam dan
lingkungan hidup.
Bertujuan
untuk memperoleh dan menyebarluaskan informasi yang lengkap mengenai potensi
dan produktifitas sumber daya alam dan lingkungan hidup melalui infentarisasi
dan evaluasi serta penguatan system informasi sasaran yang ingin dicapai
melalui progan ini adalah tersedia dan teraksesnya informasi sumber daya alam
dan lingkungan hidup, baik berupa infrastruktur, dalam spasial, nilai dan
neraca sumber daya alam, dam lingkungan hidup oleh masyarakat luas disetiap
daerah.
2.
Progam peningkatan efektifitas pengelolaan, konservasi, dan rehabilitasi
sumber daya alam.
Bertujuan
untuk menjaga keseimbangan pemanfaatan dan pelestarian sumber daya alam dan
lingkungan hidup hutan, laut, air, udara, dan mineral, sasaran yang akan
dicapai dalam progam ini adalah termanfaatkannya sumber daya alam untuk
mendukung kebtuhn bahan baku industry secara efisien dan berkelanjutan. Sasaran
lain si progam ini adalah terlindungnya kawasan-kawasan konservasi dari
kerusakan akibat pemanfaatan sumber daya alam yang tidak terkendali dan
eksploitatif.
3.
Progam pencegahan dan pengendalian kerusakan dan pencemaran lingkungan
hidup.
Bertujuan
untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup dalam upaya mencegah kerusakan
pencemaran dan pemulihan kualitas lingkungan yang rusak akibat pemanfaatan
sumber daya alam yang berlebihan, serta kegiatan industry dan transportasi,
sasaran progam ini adalah tercapainya kualitas lingkungan hidup yang bersih dan
sehat adalah tercapainya kualitas lingkungan hidup yang bersih dan sehat sesuai
dengan baku mutu lingkungan yang ditetapkan.
4.
Progam penataan kelembagaan dan penegakan hukum, pengelolaan suber daya
alam dan pelestarian lingkungan hidup.
Bertujuan
untuk mengembangkan kelembagaan, menata sistem hukum, perangkat hukum dan
kebijakan, serta menegakan hukum untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya alam
dan pelestarian lingkungan hidup yang efektif dan berkeadilan.
5.
Progam peningkatan peranan masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam
dan pelestarian fungsi lingkungan hidup.
Bertujan
untuk meningkatkan peranan dan kepedulian pihak-pihak yang berkepentingan dalam
pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup.
D. Pendistribusian
Hasil SDA dan kaitannya dengan UU nomor 25 tahun 1999
bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia menyelenggarakan pemerintahan, dan pembangunan untuk mencapai masyarakat
adil, makmur, dan merata, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
bahwa pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional dilaksanakan melalui otonomi daerah dan pengaturan sumber daya nasional, yang memberi kesempatan bagi peningkatan demokrasi dan kinerja daerah yang berdaya guna dan berhasil guna dalam penyelenggaraan pemerintahan, pelayanan masyarakat, dan pembangunan . untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat menuju masyarakat madani yang bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme, untuk itu diperlukan keikutsertaan masyarakat, keterbukaan, dan pertanggung jawaban kepada masyarakat;
bahwa pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional dilaksanakan melalui otonomi daerah dan pengaturan sumber daya nasional, yang memberi kesempatan bagi peningkatan demokrasi dan kinerja daerah yang berdaya guna dan berhasil guna dalam penyelenggaraan pemerintahan, pelayanan masyarakat, dan pembangunan . untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat menuju masyarakat madani yang bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme, untuk itu diperlukan keikutsertaan masyarakat, keterbukaan, dan pertanggung jawaban kepada masyarakat;
bahwa untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah
melalui penyediaan sumber- sumber pembiayaan berdasarkan desentralisasi,
dekonsentrasi, dan tugas pembantuan, perlu diatur perimbangan
keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah berupa sistem keuangan yang diatur
bedasarkan pembagian kewenangan, tugas, dan tanggung jawab yang jelas antar
tingkat pemerintahan;
bahwa Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1956 tentang Perimbangan Keuangan Antara Negara Dengan Daerah-daerah Yang Berhak Mengurus Rumah Tangganya Sendiri, sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan serta adanya kebutuhan dan aspirasi masyarakat dalam mendukung otonomi daerah maka perlu ditetapkan Undang-Undang yang mengatur perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah;
bahwa Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1956 tentang Perimbangan Keuangan Antara Negara Dengan Daerah-daerah Yang Berhak Mengurus Rumah Tangganya Sendiri, sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan serta adanya kebutuhan dan aspirasi masyarakat dalam mendukung otonomi daerah maka perlu ditetapkan Undang-Undang yang mengatur perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah;
Bagian Ketiga Dana Perimbangan Pasal 6
1.
Dana
Perimbangan terdiri dari :
a.
Bagian Daerah
dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan, dan penerimaan dari sumber daya alam;
b.
Dana Alokasi
Umum;
c.
Dana Alokasi
Khusus.
2.
Penerimaan
Negara dari Pajak Bumi dan Bangunan dibagi dengan imbangan 10% (sepuluh persen)
untuk Pemerintah Pusat dan 90% (sembilan puluh persen) untuk Daerah.
3.
Penerimaan
Negara dari Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dibagi dengan imbangan
20% (dua. puluh persen) untuk Pemerintah Pusat dan 80% (delapan puluh persen)
untuk Daerah.
4.
10% (sepuluh
persen) penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan dan 20% (dua puluh persen penerimaan
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang menjadi bagian dari Pemerintah
Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dibagikan kepada seluruh
Kabupaten dan Kota.
5.
Penerimaan
negara dari sumber daya alam sektor kehutanan, sektor pertambangan umum, dan
sektor perikanan dibagi dengan imbangan 20% (dua puluh persen) untuk Pemerintah
Pusat dan 80% (delapan puluh persen) untuk Daerah.
6.
Penerimaan
Negara dari sumber daya alam sektor pertambangan minyak dan gas alam yang
dihasilkan dari wilayah Daerah yang bersangkutan dibagi dengan imbangan sebagai
berikut :
a.
Penerimaan
Negara dari pertambangan minyak bumi yang berasal dari wilayah Daerah setelah
dikurangi komponen pajak, sesuai dengan ketentuan yang berlaku dibagi dengan
imbangan 85% (delapan puluh lima persen) untuk Pemerintah Pusat dan 15% (lima
belas persen) untuk Daerah.
b.
Penerimaan
Negara dari pertambangan gas alam yang berasal dari wilayah Daerah setelah
dikurangi komponen pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku dibagi dengan
imbangan 70% (tujuh puluh persen) untuk Pemerintah Pusat dan 30% (tiga puluh
persen) untuk Daerah.
Sumber :
·
UU nomor 25 tahun 1999
Komentar
Posting Komentar